Rabu, 25 April 2012

Music Review Is Dead, Long Live Twitview

Apakah anda masih membeli atau langganan majalah musik cetak? Jika jawabannya iya, apakah anda masih membaca record review mereka? Apakah anda sudah merasa mendapat hak anda sesuai dengan uang yang anda bayarkan? Jika album yang diulas bukan pesanan rekan, manajer atau label kawan mereka, dengan mengabaikan album yang lebih layak, berapa panjang review yang anda baca? Lima belas atau dua puluh kata? Dan jika jawabannya adalah 15 kata maka ini saat yang tepat buat anda untuk berhenti langganan majalah cetak dan membuka Twitter di smartphone anda.
Karena Jakartabeat telah meluncurkan sebuah layanan gratis ulasan musik dalam 140 karakter yang akan selalu terbit tanpa batasan waktu, deadline atau bahkan genre musik bernama @jakbeatreview. Semua kontributor Jakartabeat malu untuk menyebut diri mereka hipster namun ada sebuah karakter hipster yang mereka semua derita, keinginan untuk selalu mendengar musik baru untuk kemudian menuliskannya dalam bentuk review yang sebagian masih akan muncul di website kami.
Namun beberapa dari kami kadang terlalu banyak mendengar musik baru dan menuliskan ulasan akan menjadi mustahil karena keterbatasan waktu dan tempat. Maka oleh karena itu kami memilih untuk memberikan ulasan dalam bentuk 140 karakter. Twitter review kami akan mengagregasikan twit awak jakartabeat untuk kemudian dipancarkan melalui akun @jakbeatreview. Benar jika menuduh kami mencuri ide ini dari majalah Spin yang memulainya kurang lebih sebulan lalu. Kami sepakat dengan Christopher Weingarten, sang jurnalis musik iconoclast yang kini menjadi koordinator record review Spin, dan bertanggung jawab untuk terobosan 140 karakter, ketika mengatakan bahwa review kapsul 20 kata di media cetak sudah tidak relevan karena tidak banyak juga kontribusinya untuk mencerdaskan pembaca yang sudah menunggu dua minggu demi proses editorial.

Dalam tulisan Roby Muhamad “Perubahan Sosial Dengan Media Sosial” kita sudah diyakinkan tentang betapa kuatnya pengaruh media sosial dalam membantu menciptakan perubahan sosial. Jika media sosial begitu kuat bahkan menciptakan perubahan sosial masa sih tidak bisa membantu membentuk selera konsumen musik? Dan jika anda buru-buru menuduh kami sebagai otoritas yang hendak memaksakan taste dan pilihan musik kami, anda harus ingat bahwa Twitter adalah inkarnasi sosial media yang sangat demokratis. Anda mungkin menjadi follower dan kami menjadi followee namun tombol reply dan retweet adalah sarana umpan balik yang paling ampuh jika anda tidak setuju dengan ulasan kami. Paling tidak anda tidak harus mengirim surat berperangko ke redaksi majalah cetak dan menunggu sebulan untuk terbit di rubrik Redaksi Yth. Oleh karena itu mari kita mulai eksperimen ini, kami ada di @jakbeatreview. Mungkin anda akan semakin lama di Twitter.


Sumber : jakartabeat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar